Sabtu, 17 Desember 2011

Segara Anak, Danau Air Panas Raksasa




  Danau Segara Anak di tengah kaldera terlihat dari puncak Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Berendam di Danau Segara Anak tidak sedingin yang dibayangkan. Air permukaan danau yang berada di ketinggian 2.003 meter di atas permukaan laut ini ternyata lebih hangat dibandingkan dengan suhu udara ruang. Inilah keajaiban Segara Anak, salah satu danau panas vulkanik terbesar di dunia.

Temperatur harian air permukaan Danau Segara Anak 20-22 derajat celsius. Suhu air ini jauh lebih hangat dibandingkan suhu ruang yang 14-15 derajat celsius.

Keajaiban danau di kaldera Gunung Rinjani yang memiliki volume hingga 1,02 kilometer kubik ini mengundang tanda tanya sejumlah ahli. Pada 2008-2009, peneliti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) serta Université Libre de Bruxelles melakukan penelitian geokimia dan termodinamika di Segara Anak.

Hasilnya, ditemukan adanya air panas (hidrotermal) dari pemanasan dapur magma yang masuk ke Danau Segara Anak. ”Suhu permukaan danau yang jauh di atas temperatur ruang, yang tidak lazim untuk ketinggian ini, mencerminkan pasokan fluida hidrotermal yang besar,” tulis Akhmad Solikhin, anggota staf dari PVMBG yang terlibat dalam penelitian itu.

Pasokan air panas ke dalam danau, menurut Solikhin, teridentifikasi dari komposisi geokimia yang menunjukkan banyaknya unsur hidrotermal, seperti clorid, sodium, potasium, dan sulfat.

Indikator vulkanik


Pantauan Kompas saat mengarungi Danau Segara Anak pada akhir September 2011 menemukan banyaknya bubble atau gelembung gas di danau ini. Hal ini mengindikasikan adanya kebocoran sistem vulkanik di dasar danau. Bahkan, ditemukan mata air panas yang mengalir deras dari kaki Barujari ke Danau Segara Anak.

Penelitian yang dilakukan Solikhin dkk (2009) juga menemukan adanya hubungan erat antara meningkatnya suhu air panas di Danau Segara Anak dan peningkatan aktivitas vulkanik Barujari.

Selama pemantauan, 10-14 April 2009, terjadi peningkatan suhu dan kimiawi di sejumlah mata air panas. Peningkatan keasaman air pada dua mata air panas itu diduga disebabkan meningkatnya gas sulfur dioksida (SO2) dari dapur magma Barujari. Tanda-tanda yang terjadi sebelum erupsi Barujari pada Mei 2009 bisa dilihat dari perubahan signifikan pada temperatur dan kandungan kimia air di sejumlah mata air panas serta kenaikan temperatur permukaan air danau.

Sirkulasi air

Di sisi lain, walaupun kaya dengan unsur kimia dari hidrotermal, danau dengan kedalaman maksimal 230 meter ini memiliki siklus air yang sangat bagus. Dengan demikian, unsur- unsur hidrotermal yang masuk ke danau melalui kebocoran sistem di sekitar kerucut Barujari tidak mengendap di dasar danau dan berbahaya bagi kehidupan.

Air hujan yang masuk ke danau juga membantu mengencerkan kandungan unsur kimia. Penelitian ini juga menemukan, air danau merupakan campuran hidrotermal dan air hujan.

Sirkulasi air danau berlangsung saat kepadatan air permukaan lebih tinggi dibandingkan di dasar. Air dengan kerapatan tinggi akan menekan lapisan air di bawahnya sehingga bergerak ke atas dan air di permukaan bergerak ke bawah. Proses sirkulasi air ini berlangsung terus-menerus sehingga kondisi air tercampur dengan baik.

Air dengan sirkulasi yang baik seperti itu, dan kondisi keasaman netral, cocok bagi perkembangbiakan ikan.

Vulkanolog dari Direktorat Geologi (Bandung), Kama Kusumadinata, yang meneliti danau ini pada 1969, merekomendasikan budidaya ikan di danau itu. Saat itu belum ada habitat ikan di Danau Segara Anak.

Pada 1985, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat akhirnya menebar benih ikan di danau ini. Saat ini, ikan jenis nila berkembang biak dengan pesat dan jumlahnya mencapai jutaan dan menjadi mata pencarian sebagian warga.

Kepala Pos Pemantauan Gunung Rinjani di Sembalun Mutaharlim menjadi saksi perubahan ekologis di Rinjani. Dia pertama kali mendaki Rinjani pada 1980. ”Waktu itu belum ada ikan di danau, tetapi banyak sekali belibis di danau dan rusa di hutan Rinjani. Waktu itu, di sepanjang jalur pendakian sering ketemu rusa besar-besar,” kenang Mutaharlim.

Pada masa itu, warga belum banyak yang mendaki ke danau di ketinggian 2.003 mdpl itu. ”Setelah ikan ditebar pada 1985 pada masa Pak Gatot (Gubernur NTB waktu itu), makin banyak masyarakat yang mendaki ke danau. Awalnya, mereka hanya menangkap ikan, tetapi kemudian menangkap belibis, juga memburu rusa,” ujarnya.

Sekarang belibis tersisa sedikit. Mutaharlim memperkirakan tersisa 100 ekor. Saat kami berperahu menyusuri kaki Barujari, hanya terlihat tiga pasang belibis. Rusa pun sudah tidak dijumpai lagi di sepanjang jalur pendakian. Campur tangan manusia telah mengubah ekologi Danau Segara Anak.


sumber:http://sains.kompas.com/read/2011/12/16/16342488/Segara.Anak.Danau.Air.Panas.Raksasa